A. Perbandingan Cyber Law
Perkembangan
teknologi informasi dan komunikasi yang pesat pada saat ini dalam pemanfaatan
jasa internet juga mengaibatkan terjadinya kejahatan. Yaitu Cybercrime,
cybercrime merupakan perkembangan dari komputer crime. Rene L.
Pattiradjawanemenjelaskan bahwa konsep hukum cyberspace, cyberlaw dan
cyberline yang dapat menciptakan komunitas pengguna jaringan internet yang luas
(60 juta), yang melibatkan 160 negara telah menimbulkan kegusaran para praktisi
hukum untuk menciptakan pengamanan melalui regulasi, khususnya perlindungan
terhadap milik pribadi.
JohnSpiropoulos mengungkapkan bahwa cybercrime juga memiliki sifat efisien dan cepat serta sangat menyulitkan bagi pihak penyidik dalam melakukan penangkapan terhadap pelakunya.
JohnSpiropoulos mengungkapkan bahwa cybercrime juga memiliki sifat efisien dan cepat serta sangat menyulitkan bagi pihak penyidik dalam melakukan penangkapan terhadap pelakunya.
Cyberlaw adalah sebuah istilah atau
sebuah ungkapan yang mewakili masalah hukum terkait dengan penggunaan aspek
komunikatif, transaksional, dan distributif, dari teknologi serta perangkat
informasi yang terhubung ke dalam sebuah jaringan atau boleh dikatakan sebagai
penegak hukum dunia maya.
Beberapa topik utama diantaranya adalah perangkat intelektual, privasi,
kebebasan berekspresi, dan jurisdiksi, dalam domain yang melingkupi wilayah
hukum dan regulasi.
Cyberlaw
lainnya adalah bagaimana cara memperlakukan internet itu sendiri. Dalam bukunya
yang berjudul Code and Other Laws of Cyberspace, Lawrence Lessigmendeskripsikan
empat mode utama regulasi internet, yaitu:
1. Law (Hukum)
2.
Architecture (Arsitektur)
3.
Norms (Norma)
4.
Market (Pasar)
B.
Computer Crime Act ( Malaysia )
Computer Crime Act adalah sebuah undang-undang untuk menyediakan
pelanggaran-pelanggaran yang berkaitan dengan penyalahgunaan komputer di
malaysia. CCA diberlakukan pada 1 juni 1997 dan dibuat atas keprihatinan
pemerintah Malaysia terhadap pelanggaran dan penyalahgunaan penggunaan komputer
dan melengkapi undang-undang yang telah ada.
Computer Crime Act (Akta Kejahatan Komputer) merupakan cyberlaw
(undang-undang) yang digunakan untuk memberikan dan mengatur bentuk
pelanggaran-pelanggaran yang berkaitan dengan penyalahgunaan komputer.
Computer Crime Act (Akta Kejahatan Komputer) yang dikeluarkan oleh Malaysia
adalah peraturan Undang-Undang (UU) TI yang sudah dimiliki dan dikeluarkan negara
Jiran Malaysia sejak tahun 1997 bersamaan dengan dikeluarkannya Digital
Signature Act 1997 (Akta Tandatangan Digital), serta Communication and
Multimedia Act 1998 (Akta Komunikasi dan Multimedia).
Di Malaysia, sesuai akta kesepakatan tentang kejahatan komputer yang dibuat
tahun 1997, proses komunikasi yang termasuk kategori cybercrime adalah
komunikasi secara langsung ataupun tidak langsung dengan menggunakan suatu kode
atau password atau sejenisnya untuk mengakses komputer yang memungkinkan
penyalahgunaan komputer pada proses komunikasi terjadi.
Keputusan keamanan sistem informasi yang paling penting pad
saat ini adalah pada tatanan hukum nasional dalam membentuk undang-undang
dunia maya yang mengatur aktifitas dunia maya termasuk pemberian sanksi pada
aktifitas jahat dan merugikan.
C. Council of Europe
Convention On Cyber Crime
Council of Europe Convention on
Cybercrime (COECCC)
merupakan salah satu contoh organisasi internasional yang bertujuan untuk
melindungi masyarakat dari kejahatan di dunia maya, dengan mengadopsikan aturan
yang tepat dan untuk meningkatkan kerjasama internasional dalam mewujudkan hal
ini.
Jadi menurut saya diantara ketiga pengertian
tersebut mempunyai hubungan yang saling terkait, yaitu untuk cybercrime merupakan
perkembangan dari komputernya itu sendiri, cyberlaw merupakan
penegak hukumnYa (boleh dikatakan sebagai undang-undang) dalam dunia maya,
dan Council of Europe Convention on Cybercrime adalah
suatu wadah atau organisasi yng meilndungi masyarakat dari kejahatan dunia maya.
A. UU No. 19 Tentang Hak
Cipta & Ketentuan Umum, Lingkup Hak Cipta, Perlindungan
Hak Cipta, Pembatasan Hak Cipta
Di Indonesia, masalah hak cipta diatur dalam Undang-undang Hak Cipta, yaitu yang berlaku saat ini Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002. Dalam undang-undang tersebut pengertian hak cipta adalah “hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang
berlaku(
pasal 1 ayayt 1).
1.
Lingkup hak cipta
Lingkup Hak Cipta
Diatur Di Dalam Bab 2 Mengenai Lingkup Hak Cipta pasal 2-28 :
a. Ciptaan yang dilindungi (pasal 12), Ciptaan yang dilindungi adalah Ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, yang mencakup: buku, Program Komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain, ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan lain yang sejenis dengan itu, alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan, lagu atau musik dengan atau tanpa teks, drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim, seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan, arsitektur, peta, seni batik, fotografi, sinematografi, terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database, dan karya lain dari hasil pengalihwujudan.
b. Ciptaan yang tidak ada Hak Cipta (pasal 13), hasil rapat terbuka lembaga-lembaga Negara, peraturan perundang-undangan, pidato kenegaraan atau pidato pejabat Pemerintah, putusan pengadilan atau penetapan hakim atau keputusan badan arbitrase atau keputusan jenis-jenis lainya.
a. Ciptaan yang dilindungi (pasal 12), Ciptaan yang dilindungi adalah Ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, yang mencakup: buku, Program Komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain, ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan lain yang sejenis dengan itu, alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan, lagu atau musik dengan atau tanpa teks, drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim, seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan, arsitektur, peta, seni batik, fotografi, sinematografi, terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database, dan karya lain dari hasil pengalihwujudan.
b. Ciptaan yang tidak ada Hak Cipta (pasal 13), hasil rapat terbuka lembaga-lembaga Negara, peraturan perundang-undangan, pidato kenegaraan atau pidato pejabat Pemerintah, putusan pengadilan atau penetapan hakim atau keputusan badan arbitrase atau keputusan jenis-jenis lainya.
2.
Perlindungan Hak Cipta
Perlindungan hak cipta pada umumnya berarti bahwa penggunaan atau pemakaian dari hasil karya tertentu hanya dapat dilakukan dengan ijin dari pemilik hak tersebut. Kemudian yang dimaksud menggunakan atau memakai di sini adalah mengumumkan memperbanyak ciptaan atau memberikan ijin untuk itu.
Pasal 12 ayat 1 :
(1) Dalam Undang-undang ini ciptaan yang dilindungi adalah ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra, yang mencakup :
a.Buku, program komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain.
b. Ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan lain yang sejenis dengan itu alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan.
c. Lagu atau musik dengan atau tanpa teks.
d. Drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan dan pantomime.
e. Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan. Arsitektur, peta, seni batik.
f. Fotografi dan Sinematografi.
g. Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, data base, dan karya lain dari hasil pengalih wujudan.
(2) Ciptaan sebagaimana dimaksud dalam huruf l dilindungi sebagai Ciptaan tersendiri dengan tidak mengurangi Hak Cipta atas Ciptaan asli.
(3) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), termasuk juga semua Ciptaan yang tidak atau belum diumumkan, tetapi sudah merupakan suatu bentuk kesatuan yang nyata, yang memungkinkan Perbanyakan hasil karya itu.”
Menurut Pasal 1 ayat 8, Yaitu :
Perlindungan hak cipta pada umumnya berarti bahwa penggunaan atau pemakaian dari hasil karya tertentu hanya dapat dilakukan dengan ijin dari pemilik hak tersebut. Kemudian yang dimaksud menggunakan atau memakai di sini adalah mengumumkan memperbanyak ciptaan atau memberikan ijin untuk itu.
Pasal 12 ayat 1 :
(1) Dalam Undang-undang ini ciptaan yang dilindungi adalah ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra, yang mencakup :
a.Buku, program komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain.
b. Ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan lain yang sejenis dengan itu alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan.
c. Lagu atau musik dengan atau tanpa teks.
d. Drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan dan pantomime.
e. Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan. Arsitektur, peta, seni batik.
f. Fotografi dan Sinematografi.
g. Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, data base, dan karya lain dari hasil pengalih wujudan.
(2) Ciptaan sebagaimana dimaksud dalam huruf l dilindungi sebagai Ciptaan tersendiri dengan tidak mengurangi Hak Cipta atas Ciptaan asli.
(3) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), termasuk juga semua Ciptaan yang tidak atau belum diumumkan, tetapi sudah merupakan suatu bentuk kesatuan yang nyata, yang memungkinkan Perbanyakan hasil karya itu.”
Menurut Pasal 1 ayat 8, Yaitu :
Program komputer adalah sekumpulan
instruksi yang diwujudkan dalam bentuk bahasa, kode, skema, ataupun bentuk
lain, yang apabila digabungkan dengan media yang dapat dibaca dengan komputer
akan mampu membuat komputer bekerja untuk melakukan fungsi-fungsi khusus atau
untuk mencapai hasil yang khusus, termasuk penyiapan dalam merancang
instruksi-instruksi tersebut.
Dan Pasal 2 ayat 2, Yaitu :
Pencipta dan /atau Pemegang Hak Cipta atas karya sinematografi dan program komputer (software) memberikan izin atau melarng orang lain yang tanpa persetujuannya menyewakan ciptaan tersebut untuk kepentingan yang bersifat komersial.
4. Pembatasan Hak Cipta
Pembatasan mengenai hak cipta diatur dalam pasal 14, 15, 16 (ayat 1-6), 17, dan 18. Pemakaian ciptaan tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta apabila sumbernya disebut atau dicantumkan dengan jelas dan hal itu dilakukan terbatas untuk kegiatan yang bersifat nonkomersial termasuk untuk kegiatan sosial, misalnya, kegiatan dalam lingkup pendidikan dan ilmu pengetahuan, kegiatan penelitian dan pengembangan, dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari penciptanya. Kepentingan yang wajar dalam hal ini adalah “kepentingan yang didasarkan pada keseimbangan dalam menikmati manfaat ekonomi atas suatu ciptaan”. Termasuk dalam pengertian ini adalah pengambilan ciptaan untuk pertunjukan atau pementasan yang tidak dikenakan bayaran. Khusus untuk pengutipan karya tulis, penyebutan atau pencantuman sumber ciptaan yang dikutip harus dilakukan secara lengkap. Artinya, dengan mencantumkan sekurang-kurangnya nama pencipta, judul atau nama ciptaan, dan nama penerbit jika ada. Selain itu, seorang pemilik (bukan pemegang hak cipta) program komputer dibolehkan membuat salinan atas program komputer yang dimilikinya, untuk dijadikan cadangan semata-mata untuk digunakan sendiri.
Dan Pasal 2 ayat 2, Yaitu :
Pencipta dan /atau Pemegang Hak Cipta atas karya sinematografi dan program komputer (software) memberikan izin atau melarng orang lain yang tanpa persetujuannya menyewakan ciptaan tersebut untuk kepentingan yang bersifat komersial.
4. Pembatasan Hak Cipta
Pembatasan mengenai hak cipta diatur dalam pasal 14, 15, 16 (ayat 1-6), 17, dan 18. Pemakaian ciptaan tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta apabila sumbernya disebut atau dicantumkan dengan jelas dan hal itu dilakukan terbatas untuk kegiatan yang bersifat nonkomersial termasuk untuk kegiatan sosial, misalnya, kegiatan dalam lingkup pendidikan dan ilmu pengetahuan, kegiatan penelitian dan pengembangan, dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari penciptanya. Kepentingan yang wajar dalam hal ini adalah “kepentingan yang didasarkan pada keseimbangan dalam menikmati manfaat ekonomi atas suatu ciptaan”. Termasuk dalam pengertian ini adalah pengambilan ciptaan untuk pertunjukan atau pementasan yang tidak dikenakan bayaran. Khusus untuk pengutipan karya tulis, penyebutan atau pencantuman sumber ciptaan yang dikutip harus dilakukan secara lengkap. Artinya, dengan mencantumkan sekurang-kurangnya nama pencipta, judul atau nama ciptaan, dan nama penerbit jika ada. Selain itu, seorang pemilik (bukan pemegang hak cipta) program komputer dibolehkan membuat salinan atas program komputer yang dimilikinya, untuk dijadikan cadangan semata-mata untuk digunakan sendiri.
B. Prosedur
Pendaftaran HAKI
Sesuai yang diatur pada bab IV Undang-undang Hak Cipta pasal 35 bahwa pendaftaran hak cipta diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Ditjen HAKI) yang kini berada di bawah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Pencipta atau pemilik hak cipta dapat mendaftarkan langsung ciptaannya maupun melalui konsultan HAKI. Permohonan pendaftaran hak cipta dikenakan biaya (UU 19/2002 pasal 37 ayat 2). Penjelasan prosedur dan formulir pendaftaran hak cipta dapat diperoleh di kantor maupun situs web Ditjen HAKI. "Daftar Umum Ciptaan" yang mencatat ciptaan-ciptaan terdaftar dikelola oleh Ditjen HAKI dan dapat dilihat oleh setiap orang tanpa dikenai biaya. Prosedur mengenai pendaftaran HAKI diatur dalam bab 4, pasal 35-44.
C. UU no 36 Tentang
Telekomunikasi
UU no.36 tentang telekomunikasi, azaz, dan tujuan
telekomunikasi, penyedikian, sanksi administrasi dan ketentuan pidana
Dibuatnya
Undang Undang No 36 tentang telekomunikasi berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan salah satunya
adalah
Bahwa
penyelenggara komunikasi mempunyai arti strategis dalam upaya memperkukuh
persatuan dan kesatuan bangsa, memperlancar kegiatan pemerintahan, mendukung
terciptanya tujuan pemerataan pembangunan hasil-hasilnya, serta meningkatkan hubungan antar bangsa
Telekomunikasi berdasarkan Undang
Undang No 36
Telekomunikasi
adalah setiap pemancaran, pengiriman atau penerimaan dari setiap informasi
dalam bentuk tanda tanda,isyarat,tulisan ,gambar,suara dan bunyi melalui system
kawat,optic,radio atau system elektromagnetik lainnya
Asas dan Tujuan Telekomunikasi
berdasarkan Undang Undang No 36
Pasal
2
Telekomunikasi
diselenggarakan berdasarkan asas manfaat, adil dan merata, kepastian hukum,
keamanan, kemitraan, etika, dan kepercayaan pada diri sendiri.
Pasal 3
Telekomunikasi
diselenggarakan dengan tujuan untuk mendukung persatuan dan kesatuan bangsa,
meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata,
mendukung kehidupan ekonomi dan kegiatan pemerintahan, serta meningkatkan
hubungan antarbangsa.
Penyidikan Telekomunikasi berdasarkan Undang
Undang No 36
Pasal
44
(1)Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, juga Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Departemen yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang telekomunikasi, diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang telekomunikasi.
(2)
Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang :
a.melakukan
pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak
pidana di bidang telekomunikasi;
b.melakukan
pemeriksaan terhadap orang dan atau badan hukum yang diduga melakukan tindak
pidana di bidang telekomuniksi.
c.menghentikan
penggunaan alat dan atau perangkat telekomunikasi yang menyimpang dari
ketentuan yang berlaku;
d.memanggil
orang untuk didengar dan diperiksa sebagai saksi atau tersangka;
e.melakukan
pemeriksaan alat dan atau perangkat telekomunikasi yang diduga digunakan atau
diduga berkaitan dengan tindak pidana di bidang telekomunikasi;
f.menggeledah
tempat yang diduga digunakan untuk melakukan tindak pidana di bidang
telekomunikasi;
g.menyegel
dan atau menyita alat dan atau perangkat telekomuniksi yang digunakan atau
diduga berkaitan dengan tindak pidana di bidang telekomunikasi;
h.meminta
bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang
telekomunikasi; dan
i.mengadakan
penghentian penyidikan.
(3)Kewenangan
penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan Undang-undang Hukum Acara Pidana.
Sanksi Administrasi Telekomunikasi berdasarkan Undang Undang No 36
Pasal 45
Barang
siapa melanggar ketentuan-ketentuan Pasal 16 ayat (1), Pasal 18 ayat (2), Pasal
19, Pasal 21, Pasal 25 ayat (2), Pasal 26 ayat (1), Pasal 29 ayat (1),Pasal 29
ayat (2), Pasal 33 ayat (1), Pasal 33 ayat (2),Pasal 34 ayat (1), atau Pasal 34
ayat (2) dikenai sanksi administrasi.
Pasal 46
Pasal 46
(1)Sanksi
administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 berupa pencabutan izin.
(2)Pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah diberi peringatan tertulis.
Ketentuan Pidana Telekomunikasi berdasarkan Undang Undang No 36
(2)Pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah diberi peringatan tertulis.
Ketentuan Pidana Telekomunikasi berdasarkan Undang Undang No 36
Pasal 47
Barang
siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan atau denda paling
banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Pasal 48
Penyelenggara
jaringan telekomunikasi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 19 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan atau
denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pasal 49
Penyelenggara
telekomunikasi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20
dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda paling
banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Pasal 50
Barang
siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan atau denda paling banyak
Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Pasal 51
Pasal 51
Penyelenggara
telekomunikasi khusus yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
29 ayat (1) atau Pasal 29 ayat (2) , dipidana dengan pidana penjara paling lama
4 (empat) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 400.000.000,00 (empat ratus
juta rupiah).
Pasal 52
Barang
siapa memperdagangkan, membuat, merakit, memasukkan, atau menggunakan perangkat
telekomunikasi di wilayah Negara Republik Indonesia yang tidak sesuai dengan
persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1), dipidana
dengan pidana penjara paling lama 1 ( satu) tahun dan atau denda paling banyak
Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pasal 53
(1)Barang
siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1)
atau Pasal 33 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat)
tahun dan atau denda paling banyak Rp. 400.000.000,00 (empat ratus juta
rupiah).
(2)Apabila
tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan matinya
seseorang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.
Pasal
54
Barang
siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2)
atau Pasal 36 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua)
tahun dan atau denda paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Pasal
55
Barang
siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan atau denda paling banyak
Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Pasal
56
Barang
siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 dipidana
dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.
Pasal
57
Penyelenggara
jasa telekomunikasi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
42 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan atau
denda paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Pasal
58
Alat
dan perangkat telekomunikasi yang digunakan dalam tindak pidana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 47, Pasal 48, Pasal 52, atau Pasal 56 dirampas untuk
negara dan atau dimusnahkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Pasal
59
Perbuatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47, Pasal 48, Pasal 49, Pasal 51, Pasal 52,
Pasal 53, Pasal 54, Pasal 55, Pasal 56, dan Pasal 57 adalah kejahatan.
D.
UU
tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik (ITE) Dan Peraturan Lain Yang
Terkait (Peraturan Bank Indonesia Tentang Internet
Salah
satu tugas pokok Bank Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam UU No. 23 Tahun
1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2004
adalah mengatur dan mengawasi bank. Dalam rangka pelaksanaan tugas tersebut
Bank Indonesia diberikan kewenangan sbb:
Menetapkan
peraturan perbankan termasuk ketentuan-ketentuan perbankan yang memuat
prinsip-prinsip kehati-hatian.
Memberikan
dan mencabut izin atas kelembagaan dan kegiatan usaha tertentu dari bank,
memberikan izin pembukaan, penutupan dan pemindahan kantor bank, memberikan
persetujuan atas kepemilikan dan kepengurusan bank.
Melaksanakan
pengawasan bank secara langsung dan tidak langsung.
Mengenakan
sanksi terhadap bank sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Pelaksanaan
kewenangan tugas-tugas tersebut di atas ditetapkan secara lebih rinci dalam
Peraturan Bank Indonesia (PBI).
Terkait
dengan tugas Bank Indonesia mengatur dan mengawasi bank, salah satu upaya untuk
meminimalisasi internet fraud yang dilakukan oleh Bank Indonesia adalah melalui
pendekatan aspek regulasi. Sehubungan dengan hal tersebut, Bank Indonesia telah
mengeluarkan serangkaian Peraturan Bank Indonesia dan Surat Edaran Bank
Indonesia yang harus dipatuhi oleh dunia perbankan antara lain mengenai
penerapan manajemen risiko dalam penyelenggaraan kegiatan internet banking dan
penerapan prinsip Know Your Customer (KYC).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar